Breaking News

Hukum Mengucapkan Selamat Hari Ibu



SELAMAT HARI IBU

            22 Desember dikenal dengan Hari Ibu, dimana orang-orang menganggap hari spesial dan moment untuk menyenangkan orang tua terutama IBU dengan berbagai cara.
Namun di Era Kontroversial ini hari ibu juga tidak lepas dari perbincangan dan pendapat dari banyak tokoh terutama dalam Islam. Itu semua tidak lain demi kepentingan Umat bersama yang semakin kebalakang ini mulai jauh dari ajaran agamanya Islam. Oleh karena itu tidak banyak ulama’ yang mulai mengantisipasi dari hal kecil, karena mereka percaya perubahan baik maupun buruk berawal dari hal kecil yang jika dibiarkan bisa menjadi kebiasaan dan menjadi hal besar yang berdampak pada Nilai Agama para Muslimin.
الحُكْمُ تَدُوْرُ مَعَ الْغِلَّة
Sebuah kaidah dalam ajaran islam yang maknanya: “Hukum berubah-berubah tergantung penyebabnya”. Sudah hal yang wajar hukum akan terus diperbarui bersamaan dengan adanya penyebab-penyebab baru bersamaan dengan berjalannya zaman. Salah satunya adalah Perayaan Hari Ibu yang tidak sedikit Ulama’ melarang kita untuk merayakannya, salah satunya adalah Ulama luar biasa dengan Ilmu yang tidak diragukan dan sosok yang sama-sama terutama di mata saya sangat memotivasi dan pantas diikuti yaitu; Ustad Abdul Somad, Lc. MA. Beliau sempat menyatakan bahwa merayakan Hari Ibu dilarang bagi kita dengan 2 alasan secara garis besarnya. Pertama; beliau mengambil pendapat berdasarkan sebuah Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ (seseorang yang meniru kebiasan suatu kaum, maka dia termasuk dari golongannya). Dari hadits ini beliau hawatir jika kalangan islam merayakan Hari Ibu maka dia termasuk golongan orang yang merayakannya “Non Muslim”, Kedua; alasan beliau selanjutnya adalah bahwa kita merayakan hari ibu dan membahagian ornag tua kita bukan hanya pada hari tertentu, apalagi setahun Cuma sekali. Kita memiliki kewajiban membahagiakan kedua orang tua kita terutama Ibu bukan hanya tiap hari bahkan tiap waktu sebisa kita, semampu kita.
Bahkan Dr. Habib Segaf Baharun pernah berkata dalam salah satu cermahnya: “jangan sampai kita punya mobil tapi orang tua kita tidak punya, jangan sampai kita puny rumah sedangkan orang tua belum memilikinya, jangan sampai kita melaksanakan Ibadah Haji sedangkan orang tua sudah lama menginginkannya, karena hal tersebut sama seperti kedurhakaan kepada orang tua”.
Maka itu semua adalah pendapat yang pribadi saya sebagai langkah hati-hati yang harus kita ikuti bersama dan tidak diragukan lagi akan kapasitas beliau dibanding kita.
            Lalu yang selanjutnya akan saya tulis adalah pendapat saya sendiri yang sangat terbuka menerima kritikan sebagai tambahan wawasan, dan tentunya  tidak sama sekali niat menyaingi atau menyalahkan pendapat sebelumnya, karena di banding Beliau Ustad Abdul Somad saya ibarat menggarami lautan. Hanya saja karena banyak dari teman yang bertanya dan meminta pendapat, bagaimana kita yang sudah terlanjur melakukannya dan sanak family kami yang merayakannya dan kami tidak bisa menasehati dan melarangnya karena kelemahan dan sedikitnya Ilmu yang kami miliki, sedangkan jika itu murni dosa maka berdosalah keluarga kami.
            Maka saya menyampaikan kepada mereka pertama untuk tetap berhati-hati untuk jangan mengikuti kebiasaan Non Muslim dan jangan mencoba mendekatinya, kedua apa yang akan saya tulis hanya Khusus kepada Hari Ibu, tidak bisa dan bukan untuk lainnya semisal Hari Natal dan Valentine.
            Sekali lagi tulisan saya ini hanya Khusus pada Hari Ibu, maka hal itu baru dan tidak ada sebelumnya di Syari’at, dan hal baru biasanya lebih Famous dengan sebutan Bid’ah, sesuatu yang baru jika baik maka mendapat nilai baik tergantung niat yang melakukannya seperti Maulid, Tahlil yang tidak kita perpanjang pembahasannya karena sudah banyak yang mengkajinya, bisa anda temukan di Youtube.
            Dan masalah mengikuti Non Muslim yang dilarang jika berbau maksiat dan 100% mengikuti mereka. Karena Rasulullah SAW pernah suatu ketika bertemu orang non muslim yang sedang berpuasa, lalu beliau bertanya tentang puasa yang mereka lakukan, non muslim itu menjawab kita berpuasa karena nabi isa dan nabi lainnya diselamat dari berbagai cobaan pada hari ini, lalu Rasululah bersabda: kalau begitu kita lebih berhak untuk berpuasa untuk mereka.” Lalu Rasulullah memerintah para Sahabat untuk berpuasa pada hari itu (‘Asyuro) akan tetapi biar beda dengan mereka maka puasalah juga sehari sebelumnya atau setelahnya. Jadi beliau meniru hanya dalam memperingati hari dimana para Nabiyullah diselamatkan, tapi beliau juga tidak suka jika sama dengan non muslim, jadi beliau berbeda dengan cara menambah puasa sehari sebelumnya atau sesudahnya.
Jadi jika kita ingin merayakan Hari Ibu, kitaa rayakan dengan cara yang beda, dan jika bisa dengan yang lebih Islami, seperti memberi makan anak yatim dengan niat pahalanya untuk orang tua kita, mengadakan maulid, atau bisa saja memberi hadiah langsung kepada orang tua kita sesuatu yang mereka inginkan. Dan jangan lupa, bahagiakan mereka setiap hari bahkan setiap saat bukan hanya pada 22 Desember saja.
            Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah pernah berkata:
اُنْظُرْ مَا قَالَ وَلَا تَنْظُرْ مَنْ قَالَ
“Lihat APA yang dia katakan (bermanfaat atau tidak) dan jangan lihat SIAPA yang mengatakannya”. Jika ada manfaat bagi Ummat Islam ambil-lah walau dari orang yang tidak baik, yang penting kita ambil manfaatnya dan bukan Kepercayaannya yang salah, Kebiasaannya yang buruk, Orangnya yang tidak baik, cukup hanya mengambil manfaatnya saja.

4 Komentar

© Copyright 2022 - PENA MARUPI